Kura-kura adalah simbol kebijaksanaan dan pengetahuan, dan mampu mempertahankan diri sendiri. Melambangkan air, bulan, bumi, waktu, keabadian, dan kesuburan. Penciptaan dikaitkan dengan kura-kura dan banyak keyakinan bahwa kura-kura menopang beban seluruh dunia. Kura-kura sebagai simbol ketabahan dan ketenangan dalam agama, mitologi, dan cerita rakyat dari seluruh dunia. Dalam mitos kosmologis beberapa budaya Dunia, kura-kura membawa bumi pada punggungnya ataupun menopang langit.
Mitologi Hindu, Bumi Diatas Punggung Kura-Kura Raksasa
Awal kisah itu tertulis dalam literatur Hindu, dari Pengadukan Samudra
Bima dimana para dewa dan setan-setan bergejolak di Samudera Bima untuk
memperebutkan Nektar keabadian (Tirta Amerta, air suci yang dapat
membuat hidup menjadi abadi). Wisnu, sang Dewa pemelihara tatanan kosmis
telah merubah bentuk menjadi kura-kura raksasa yang disebut
awatara/Avatar Kurma di tengah-tengah Samudera Bima. Diatas cangkang
kura-kura raksasa ini terdapat Gunung Mandara atau Gunung Meru,
digunakan sebagai tongkat yang berputar untuk mengaduk, sementara ular
Vasuki membentuk tali.
""Di India, literatur Hindu menceritakan kisah Bumi diatas punggung
kura-kura raksasa terjadi pada zaman Satyayuga, para Dewa dan asura
bersidang di puncak gunung Mahameru untuk mendapatkan tirta amerta.
Wisnu bersabda: "Kalau kalian menghendaki tirta amerta, aduklah
Samudera. Maka dari itu, kerjakanlah!". Kemudian sebuah gunung dicabut
oleh Sang Anantabhoga beserta segala isinya, setelah mendapat izin dari
Dewa Samudera, gunung Mandara dijatuhkan di laut Ksira dan digunakan
sebagai tongkat pengaduk samudera. ""
Legenda ini bermula ketika para Dewa mendekati Wisnu untuk memnita
bantuan, Wisnu kemudian meminta mereka untuk mengaduk lautan susu
setelah menambahkan obat-obatan ke laut. Gunung Mandara (Meru) digunakan
sebagai tongkat berputar, Asura membantu untuk mengangkat gunung dalam
pertukaran Nektar keabadian yang dihasilkan dari pengadukan semesta.
Para dewata dan Asura bergejolak menggunakan ular Vasuki (Basuki)
sebagai tali pengikat. Pada awalnya, raja para dewa (Indra) meminta
Asura untuk berada di ujung kepala Vasuki. Tapi Asura mencurigainya
untuk menggunakan racun Vasuki yang perlahan-lahan melemahkan mereka.
Dewa Indra memanggil awan mendung dan mengguyur para asura dan rakshasa,
lemak segala binatang yang berada di gunung Mandara beserta minyak kayu
hutan membuat lautan mengental, pengadukan Gunung Mandara semakin
hebat.
Pengadukan itu menyebabkan gunung tenggelam dan kemudian Dewa Wisnu
merubah bentuk menjadi Avatar Kurma yang mengapungkan gunung
dipundaknya. Nektar keabadian itupun keluar, Asura meraihnya. Kemudian
Dewa Wisnu mengambil bentuk bidadari, seorang gadis cantik bernama
Mohini, dan menggoda para Asura sehingga tidak membiarkannya menngambil
air keabadian. Para asura mengetahui dan rakshasa menjadi marah,
terjadilah perang antara para Dewa dengan Asura dan rakshasa.
Pertempuran terjadi sangat lama, kemudian Dewa Wisnu mengeluarkan
senjata cakra yang mampu menyambar-nyambar para asura dan rakshasa.
Sehingga akhirnya tirta amerta berada di pihak para Dewa.
Saat pengadukan samudera, racun mematikan Halahala mulai menyebar, racun
yang dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwa meminum racun
tersebut sehingga lehernya menjadi biru (Nilakantha), setelah itu
muncullah dewa-dewi, hewn dan tumbuhan, serta benda lain diantaranya
Sura (Dewi yang menciptakan minuman anggur), Apsara (kaum bidadari
kahyangan), Kostuba (permata yang paling berharga), Uccaihsrawa (kuda
para Dewa), Kalpawreksa (pohon yang mengabulkan keinginan), Kamadhenu
(ibu dari segala sapi), Airawata (kendaraan Dewa Indra), dan Laksmi
(Dewi keberuntungan dan kemakmuran). Dan terakhir keluarlah Dhanwantari
yang membawa kendi berisi Tirta Amerta (Nektar Keabadian).
Mitologi Mesoamerika Tentang Kura-Kura Raksasa
Legenda ini juga telah dikenal peradaban Mesoamerika, salah satu
buktinya berada di Museum Antropologi Mexico City. Ukiran kura-kura yang
membawa pilar di punggungnya, sangat mirip dengan penggambaran Wisnu
yang menjelma sebagai kura-kura penopang Gunung Meru. Orang-orang
Mesoamerika sangat menghormati kura-kura, seperti halnya di Asia, di
mana kura-kura merupakan hewan suci dan bahkan dipuja di kuil-kuil.
Suku Maya memiliki konsep Dewa kura-kura berkepala dua yang gambarnya dapat
ditemukan pada ukiran di beberapa altar zaman Klasik Akhir. Kura-kura
berkepala dua dianggap sebagai Tuhan yang muncul pada awal penciptaan.
Cangkang kura-kura berkepala dua ini digambarkan seperti jagung yang
merupakan sumber kesuburan dan kelimpahan, juga merupakan pusat Dunia
Pohon, simbol ini setara dengan Gunung Meru.
Sebuah karya independen Carl de Borhegyi telah dipublikasikan berjudul
Soma di Amerika, kisah naskah kuno Mesoamerika sangat mirip dengan
pengadukan Samudera Bima. Relief dari situs arkeologi El Tajin, di
Veracruz Meksiko, menggambarkan kura-kura sebagai penopang poros tengah
yang puncaknya melingkar. Mekanisme berputar juga menggunakan lilitan
ular yang ditarik pada kedua ujungnya oleh sepasang Dewa langit. Hal ini
membuktikan bahwa budaya Mesoamerika menggunakan simbolisme kura-kura
raksasa yang sangat mirip dengan Asia, bahkan kisahnya mitologi juga
sama.
Di periode Klasik suku Maya, kota Uxmal di Meksiko, prasasti seperti
kura-kura bixi terlihat sangat banyak yang membawa tablet memorial di
punggungnya, sama seperti yang ditemukan di Cina dan negara-negara Asia
lainnya. Jika dilihat dari dekat, terlihat garis besar dari mata dan
mulut kura-kura. Kura-kura raksasa berada dibagian bawah yang disebut
sebagai Nunnery Quadrangle, sangat sesuai dengan kura-kura Bixi dekat pintu masuk bangunan dan makam.
Kura-Kura Dalam Mitologi Cina, Mongolia, Vietnam, Jepang, Dan Korea
Prasasti kura-kura dapat ditemukan di beberapa negara Asia lainnya yang
dipengaruhi oleh China seperti Mongolia, Jepang, Vietnam dan Korea. Dari
perspektif visual, kura-kura Bixi yang membawa tablet memorial
menyerupai bentuk awatara Wisnu sebagai kura-kura kosmik penopang Gunung
Meru di punggungnya.
Gunung Penglai atau juga dikenal dengan nama Penghu, sebuah wilayah
legendaris dalam mitologi Tionghoa dimana salah satu dari tiga gunung
(pulau ilahi) yang terletak di Laut Timur bersama dengan Fangzhang dan
Yingzhou. Wilayah ini dianggap sebagai tempat tinggal para manusia
abadi, Penglai dan Kunlun merupakan surga Taois yang paling terkenal.
Mitologi Cina menyebutkan, Delapan Dewa tinggal di ketiga pulau yang
berada diatas punggung kura-kura raksasa sehingga dapat berpindah
tempat. Awalnya jumlah pulau-pulau tersebut ada lima, tetapi raksasa
telah membawa kura-kura yang mengangkut dua pulau yang akhirnya
tenggelam.
Budaya Jepang mengadopsi mitos China, kura-kura melindungi kota Heian
(Kyoto) dari ancaman yang timbul dari masing-masing empat arah mata
angin. Kura-kura hitam atau Gen-bu, kadang-kadang digambarkan sebagai
kombinasi dari kura-kura dan ular, melindungi Kyoto dari utara. Hewan
lainnya adalah Naga Azure (Sei-ryu, di timur), burung Vermilion
(Su-Zaku, di selatan), dan Macan Putih (byak-ko, di barat). Legenda
Minogame juga dikenal memiliki rumput laut yang tumbuh di punggungnya,
simbol umur panjang dan kebahagiaan, juag berperan penting dalam legenda
terkenal Urashima Taro.
Menurut kepercayaan tradisional Jepang, kura-kura adalah surga abadi
dan gunung dunia, dan melambangkan umur panjang, keberuntungan, dan
dukungan.
""Dalam keyakinan Sufisme, penetasan dan kembalinya bayi kura-kura ke laut merupakan simbol untuk kembali kepada Allah melalui bimbingan Allah. Perjalanan bayi kura-kura adalah perumpamaan yang baik untuk ayat Alquran 87: 1-3. ""
Simbolisme air dan kura-kura dalam seni dan
arsitektur peradaban di kedua benua yang terpisah jauh memiliki
kesamaan. Penggambaran pengadukan Samudra Bima, kisah mitologis yang
dasarnya Hindu juga terlihat di naskah Mesoamerika. Artinya, telah lama
kontak budaya antara peradaban di kedua sisi Pasifik.
Sumber Referensi
- India through the ages, by Gopal, Madan (1990). K.S. Gautam, ed.
- Chinese Mythology A to Z. By Jeremy Roberts (2010). New York: Chelsea House Publishers.
- Classical Japanese Prose. By McCullough, Helen, Stanford Univ. Press, 1990.
- Kurma Avatar of Vishnu, below Mount Mandara, with Vasuki. A Ming-era bixi turtle with a blank stele near the temple of Yu the Great, part of the "Qingchuan Pavilion" complex in Wuhan. Prasat Phnom Da, style d'Angkor Vat, image courtesy of Wikimedia Commons.
Penyusun Artikel
Nama Ahmad Maulana Fauzi
NIM A2.1600007
0 komentar:
Posting Komentar