Pages

Bumi Diatas Punggung Kura-Kura Raksasa, Kisah Awatara Kurma

Pernahkan Anda mendengar legenda Bumi diatas punggung kura-kura raksasa? Kisah ini mungkin hanya didengar dalam film-film animasi yang rasanya tidak mungkin terjadi. Tetapi fakta sejarah priode klasik telah membuktikannya yang diperoleh dari naskah relief bahwa gunung dan pulau-pulau mengapung pernah terjadi. Beberapa orang berkeyakinan bahwa Bumi diatas punggung kura-kura raksasa, mitologi ini juga tertulis di Amerika, India, Cina, dan Jepang.



Kura-kura adalah simbol kebijaksanaan dan pengetahuan, dan mampu mempertahankan diri sendiri. Melambangkan air, bulan, bumi, waktu, keabadian, dan kesuburan. Penciptaan dikaitkan dengan kura-kura dan banyak keyakinan bahwa kura-kura menopang beban seluruh dunia. Kura-kura sebagai simbol ketabahan dan ketenangan dalam agama, mitologi, dan cerita rakyat dari seluruh dunia. Dalam mitos kosmologis beberapa budaya Dunia, kura-kura membawa bumi pada punggungnya ataupun menopang langit.

Mitologi Hindu, Bumi Diatas Punggung Kura-Kura Raksasa

Awal kisah itu tertulis dalam literatur Hindu, dari Pengadukan Samudra Bima dimana para dewa dan setan-setan bergejolak di Samudera Bima untuk memperebutkan Nektar keabadian (Tirta Amerta, air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi). Wisnu, sang Dewa pemelihara tatanan kosmis telah merubah bentuk menjadi kura-kura raksasa yang disebut awatara/Avatar Kurma di tengah-tengah Samudera Bima. Diatas cangkang kura-kura raksasa ini terdapat Gunung Mandara atau Gunung Meru, digunakan sebagai tongkat yang berputar untuk mengaduk, sementara ular Vasuki membentuk tali.
""Di India, literatur Hindu menceritakan kisah Bumi diatas punggung kura-kura raksasa terjadi pada zaman Satyayuga, para Dewa dan asura bersidang di puncak gunung Mahameru untuk mendapatkan tirta amerta. Wisnu bersabda: "Kalau kalian menghendaki tirta amerta, aduklah Samudera. Maka dari itu, kerjakanlah!". Kemudian sebuah gunung dicabut oleh Sang Anantabhoga beserta segala isinya, setelah mendapat izin dari Dewa Samudera, gunung Mandara dijatuhkan di laut Ksira dan digunakan sebagai tongkat pengaduk samudera. ""

Legenda ini bermula ketika para Dewa mendekati Wisnu untuk memnita bantuan, Wisnu kemudian meminta mereka untuk mengaduk lautan susu setelah menambahkan obat-obatan ke laut. Gunung Mandara (Meru) digunakan sebagai tongkat berputar, Asura membantu untuk mengangkat gunung dalam pertukaran Nektar keabadian yang dihasilkan dari pengadukan semesta. Para dewata dan Asura bergejolak menggunakan ular Vasuki (Basuki) sebagai tali pengikat. Pada awalnya, raja para dewa (Indra) meminta Asura untuk berada di ujung kepala Vasuki. Tapi Asura mencurigainya untuk menggunakan racun Vasuki yang perlahan-lahan melemahkan mereka. Dewa Indra memanggil awan mendung dan mengguyur para asura dan rakshasa, lemak segala binatang yang berada di gunung Mandara beserta minyak kayu hutan membuat lautan mengental, pengadukan Gunung Mandara semakin hebat.
Pengadukan itu menyebabkan gunung tenggelam dan kemudian Dewa Wisnu merubah bentuk menjadi Avatar Kurma yang mengapungkan gunung dipundaknya. Nektar keabadian itupun keluar, Asura meraihnya. Kemudian Dewa Wisnu mengambil bentuk bidadari, seorang gadis cantik bernama Mohini, dan menggoda para Asura sehingga tidak membiarkannya menngambil air keabadian. Para asura mengetahui dan rakshasa menjadi marah, terjadilah perang antara para Dewa dengan Asura dan rakshasa. Pertempuran terjadi sangat lama, kemudian Dewa Wisnu mengeluarkan senjata cakra yang mampu menyambar-nyambar para asura dan rakshasa. Sehingga akhirnya tirta amerta berada di pihak para Dewa.

Saat pengadukan samudera, racun mematikan Halahala mulai menyebar, racun yang dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwa meminum racun tersebut sehingga lehernya menjadi biru (Nilakantha), setelah itu muncullah dewa-dewi, hewn dan tumbuhan, serta benda lain diantaranya Sura (Dewi yang menciptakan minuman anggur), Apsara (kaum bidadari kahyangan), Kostuba (permata yang paling berharga), Uccaihsrawa (kuda para Dewa), Kalpawreksa (pohon yang mengabulkan keinginan), Kamadhenu (ibu dari segala sapi), Airawata (kendaraan Dewa Indra), dan Laksmi (Dewi keberuntungan dan kemakmuran). Dan terakhir keluarlah Dhanwantari yang membawa kendi berisi Tirta Amerta (Nektar Keabadian).

Mitologi Mesoamerika Tentang Kura-Kura Raksasa

Legenda ini juga telah dikenal peradaban Mesoamerika, salah satu buktinya berada di Museum Antropologi Mexico City. Ukiran kura-kura yang membawa pilar di punggungnya, sangat mirip dengan penggambaran Wisnu yang menjelma sebagai kura-kura penopang Gunung Meru. Orang-orang Mesoamerika sangat menghormati kura-kura, seperti halnya di Asia, di mana kura-kura merupakan hewan suci dan bahkan dipuja di kuil-kuil.
Suku Maya memiliki konsep Dewa kura-kura berkepala dua yang gambarnya dapat ditemukan pada ukiran di beberapa altar zaman Klasik Akhir. Kura-kura berkepala dua dianggap sebagai Tuhan yang muncul pada awal penciptaan. Cangkang kura-kura berkepala dua ini digambarkan seperti jagung yang merupakan sumber kesuburan dan kelimpahan, juga merupakan pusat Dunia Pohon, simbol ini setara dengan Gunung Meru.
Sebuah karya independen Carl de Borhegyi telah dipublikasikan berjudul Soma di Amerika, kisah naskah kuno Mesoamerika sangat mirip dengan pengadukan Samudera Bima. Relief dari situs arkeologi El Tajin, di Veracruz Meksiko, menggambarkan kura-kura sebagai penopang poros tengah yang puncaknya melingkar. Mekanisme berputar juga menggunakan lilitan ular yang ditarik pada kedua ujungnya oleh sepasang Dewa langit. Hal ini membuktikan bahwa budaya Mesoamerika menggunakan simbolisme kura-kura raksasa yang sangat mirip dengan Asia, bahkan kisahnya mitologi juga sama.

Di periode Klasik suku Maya, kota Uxmal di Meksiko, prasasti seperti kura-kura bixi terlihat sangat banyak yang membawa tablet memorial di punggungnya, sama seperti yang ditemukan di Cina dan negara-negara Asia lainnya. Jika dilihat dari dekat, terlihat garis besar dari mata dan mulut kura-kura. Kura-kura raksasa berada dibagian bawah yang disebut sebagai Nunnery Quadrangle, sangat sesuai dengan kura-kura Bixi dekat pintu masuk bangunan dan makam.

Kura-Kura Dalam Mitologi Cina, Mongolia, Vietnam, Jepang, Dan Korea

Lain hal di Cina, simbolisme kura-kura raksasa terlihat pada arsitektur penguburan. Batu kura-kura terukir yang disebut Bixi berfungsi sebagai dasar untuk memegang tablet peringatan yang memuji kebaikan almarhum. Kura-kura Bixi umumnya ditempatkan sebagai hiasan makam kaisar Cina, juga dipasang di pintu masuk istana, kuil, dan dinding kota.
Prasasti kura-kura dapat ditemukan di beberapa negara Asia lainnya yang dipengaruhi oleh China seperti Mongolia, Jepang, Vietnam dan Korea. Dari perspektif visual, kura-kura Bixi yang membawa tablet memorial menyerupai bentuk awatara Wisnu sebagai kura-kura kosmik penopang Gunung Meru di punggungnya.

Gunung Penglai atau juga dikenal dengan nama Penghu, sebuah wilayah legendaris dalam mitologi Tionghoa dimana salah satu dari tiga gunung (pulau ilahi) yang terletak di Laut Timur bersama dengan Fangzhang dan Yingzhou. Wilayah ini dianggap sebagai tempat tinggal para manusia abadi, Penglai dan Kunlun merupakan surga Taois yang paling terkenal. Mitologi Cina menyebutkan, Delapan Dewa tinggal di ketiga pulau yang berada diatas punggung kura-kura raksasa sehingga dapat berpindah tempat. Awalnya jumlah pulau-pulau tersebut ada lima, tetapi raksasa telah membawa kura-kura yang mengangkut dua pulau yang akhirnya tenggelam.
Budaya Jepang mengadopsi mitos China, kura-kura melindungi kota Heian (Kyoto) dari ancaman yang timbul dari masing-masing empat arah mata angin. Kura-kura hitam atau Gen-bu, kadang-kadang digambarkan sebagai kombinasi dari kura-kura dan ular, melindungi Kyoto dari utara. Hewan lainnya adalah Naga Azure (Sei-ryu, di timur), burung Vermilion (Su-Zaku, di selatan), dan Macan Putih (byak-ko, di barat). Legenda Minogame juga dikenal memiliki rumput laut yang tumbuh di punggungnya, simbol umur panjang dan kebahagiaan, juag berperan penting dalam legenda terkenal Urashima Taro. Menurut kepercayaan tradisional Jepang, kura-kura adalah surga abadi dan gunung dunia, dan melambangkan umur panjang, keberuntungan, dan dukungan.
""Dalam keyakinan Sufisme, penetasan dan kembalinya bayi kura-kura ke laut merupakan simbol untuk kembali kepada Allah melalui bimbingan Allah. Perjalanan bayi kura-kura adalah perumpamaan yang baik untuk ayat Alquran 87: 1-3. ""
 Simbolisme air dan kura-kura dalam seni dan arsitektur peradaban di kedua benua yang terpisah jauh memiliki kesamaan. Penggambaran pengadukan Samudra Bima, kisah mitologis yang dasarnya Hindu juga terlihat di naskah Mesoamerika. Artinya, telah lama kontak budaya antara peradaban di kedua sisi Pasifik.



Sumber Referensi

  • India through the ages, by Gopal, Madan (1990). K.S. Gautam, ed.
  • Chinese Mythology A to Z. By Jeremy Roberts (2010). New York: Chelsea House Publishers.
  • Classical Japanese Prose. By McCullough, Helen, Stanford Univ. Press, 1990.
  • Kurma Avatar of Vishnu, below Mount Mandara, with Vasuki. A Ming-era bixi turtle with a blank stele near the temple of Yu the Great, part of the "Qingchuan Pavilion" complex in Wuhan. Prasat Phnom Da, style d'Angkor Vat, image courtesy of Wikimedia Commons.

Penyusun Artikel
Nama Ahmad Maulana Fauzi
NIM A2.1600007

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Alamiah Science STMIK. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online